Pada suatu Malam, seorang istri mengajak suaminya menghadiri ibadah. Suaminya menolak. la berkata, "Tidak. Saya akan menjadi orang munafik jika saya menghadiri ibadah, sementara saya tidak sedikit pun percaya akan hal-hal seperti itu."
Oleh karena itu, pergilah sang istri seorang diri. Sang suami tinggal sendirian di rumah, di dekat perapian, sebab di luar sedang ada badai salju yang cukup hebat dan udara amat dingin.
Sementara dengan tenang ia menikmati kehangatan, ia mendengar tiga kali suara benturan cukup keras di jendela kaca rumahnya. Ia bangkit. Dari kaca jendela itu ia melihat ke luar. Apa yang ia lihat? Di tengah badai salju, di tengah cuaca dingin, ia melihat tiga burung kecil terkapar di tanah yang sudah diseli-muti salju yang tebal. Ketiga burung itu rupanya mau masuk ke rumah mencari kehangatan, tetapi terbentur kaca jendela. Jadi "bum" - dan terkapar di situ.
Kini laki-laki itu melihat burung-burung itu mencoba untuk bangkit dan melompat. Mereka tahu, mereka tidak dapat terus berada di situ atau mereka akan mati. Tetapi laki-laki itu juga tahu, burung-burung itu tidak mempunyai tempat lain untuk menyelamatkan diri, kecuali masuk ke dalam rumah.
Oleh karena itu, ia segera mengenakan pakaian hangat, sepatu boot, pelindung kepala, dan sebagainya. la berjalan ke luar rumah untuk menyelamatkan burung-burung itu. Tetapi apa yang terjadi? Burung-burung itu rupanya tidak menyadari maksud baik laki-laki tersebut. Begitu tangannya terulur untuk menangkap, burung-burung itu melompat menjauh. Begitulah setiap kali.
Laki-laki itu segera kembali ke dalam rumah. la mengambil beberapa potong roti. Lalu menebarkan potongan-potongan roti itu sedemikian rupa sehingga burung-burung itu terpancing masuk ke dalam rumah. Burung-burung itu mulai memakan potongan-potongan roti itu, bergerak semakin dekat ke rumah. Tetapi begitu sudah cukup dekat, dan burung-burung itu melihat laki-laki itu di depan pintu, mereka ketakutan dan kembali ter-bang menjauh.
Laki-laki itu putus asa. la begitu ingin menolong, tetapi burung-burung itu tidak mau ditolong. Padahal ia tahu persis bahwa tanpa pertolongan, burung-burung itu pasti akan mati kedinginan.
la memutar otak, sambil mencari akal. Dengan menghela na-pas panjang ia berkata kepada dirinya sendiri, "Kalau saja aku dapat menjadikan diriku sama seperti mereka, menjadi burung, pasti mereka akan mempercayaiku, dan mereka akan selamat. Tetapi bagaimana mungkin aku menjadi burung?"
Sementara itu, laki-laki tersebut teringat akan istrinya yang mengajak untuk beribadah. Laki-laki itu tersentak. Baru sekarang ia menyadari arti dari ibadah itu. Tuhan telah melakukan apa yang tak mungkin ia lakukan. Tuhan berusaha untuk selalu menolong kita. Namun, walaupun begitu, ia dan banyak orang tetap begitu bodoh. Seperti burung yang tahu akan binasa tetapi tetap saja tak mau dan tak bersedia untuk diselamatkan.
Oleh karena itu, pergilah sang istri seorang diri. Sang suami tinggal sendirian di rumah, di dekat perapian, sebab di luar sedang ada badai salju yang cukup hebat dan udara amat dingin.
Sementara dengan tenang ia menikmati kehangatan, ia mendengar tiga kali suara benturan cukup keras di jendela kaca rumahnya. Ia bangkit. Dari kaca jendela itu ia melihat ke luar. Apa yang ia lihat? Di tengah badai salju, di tengah cuaca dingin, ia melihat tiga burung kecil terkapar di tanah yang sudah diseli-muti salju yang tebal. Ketiga burung itu rupanya mau masuk ke rumah mencari kehangatan, tetapi terbentur kaca jendela. Jadi "bum" - dan terkapar di situ.
Kini laki-laki itu melihat burung-burung itu mencoba untuk bangkit dan melompat. Mereka tahu, mereka tidak dapat terus berada di situ atau mereka akan mati. Tetapi laki-laki itu juga tahu, burung-burung itu tidak mempunyai tempat lain untuk menyelamatkan diri, kecuali masuk ke dalam rumah.
Oleh karena itu, ia segera mengenakan pakaian hangat, sepatu boot, pelindung kepala, dan sebagainya. la berjalan ke luar rumah untuk menyelamatkan burung-burung itu. Tetapi apa yang terjadi? Burung-burung itu rupanya tidak menyadari maksud baik laki-laki tersebut. Begitu tangannya terulur untuk menangkap, burung-burung itu melompat menjauh. Begitulah setiap kali.
Laki-laki itu segera kembali ke dalam rumah. la mengambil beberapa potong roti. Lalu menebarkan potongan-potongan roti itu sedemikian rupa sehingga burung-burung itu terpancing masuk ke dalam rumah. Burung-burung itu mulai memakan potongan-potongan roti itu, bergerak semakin dekat ke rumah. Tetapi begitu sudah cukup dekat, dan burung-burung itu melihat laki-laki itu di depan pintu, mereka ketakutan dan kembali ter-bang menjauh.
Laki-laki itu putus asa. la begitu ingin menolong, tetapi burung-burung itu tidak mau ditolong. Padahal ia tahu persis bahwa tanpa pertolongan, burung-burung itu pasti akan mati kedinginan.
la memutar otak, sambil mencari akal. Dengan menghela na-pas panjang ia berkata kepada dirinya sendiri, "Kalau saja aku dapat menjadikan diriku sama seperti mereka, menjadi burung, pasti mereka akan mempercayaiku, dan mereka akan selamat. Tetapi bagaimana mungkin aku menjadi burung?"
Sementara itu, laki-laki tersebut teringat akan istrinya yang mengajak untuk beribadah. Laki-laki itu tersentak. Baru sekarang ia menyadari arti dari ibadah itu. Tuhan telah melakukan apa yang tak mungkin ia lakukan. Tuhan berusaha untuk selalu menolong kita. Namun, walaupun begitu, ia dan banyak orang tetap begitu bodoh. Seperti burung yang tahu akan binasa tetapi tetap saja tak mau dan tak bersedia untuk diselamatkan.
Kali ini ia tidak mau bertindak bodoh lagi. Ia segera mengenakan pakaian terbaiknya untuk pergi beribadah. Di halaman rumah, ia melihat burung-burung itu telah mati. "Aku tak mau mengalami nasib yang serupa," katanya dalam hati.
Mudah-mudahan kita juga tidak, bukan?
Mudah-mudahan kita juga tidak, bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar