Anak-Anak lain di taman
bilang kita miskin.
Benarkah itu, bu?" tanya si
anak.
“Tidak, kita tidak miskin, Aiko,” jawab ibunya.
“Apakah kemiskinan itu?” Aiko, si anak, bertanya lagi.
“Miskin berarti tidak mempunyai sesuatu apapun untuk diberikan kepada orang
lain.”
Aiko agak terkejut. Oh! Tapi kita memerlukan semua barang yang kita punya,
apakah yang dapat kita berikan” katanya menyelidik.
“Kau ingat bibi penjual kue
yang menjaja keliling kampung ke sini minggu lalu?
Kita memberinya sebagian dari
makanan kita kepadanya.
Kemudian dia datang kembali
ke sini.
Kita berikan dia tempat tidur,
kerana dia tidak ada tempat untuk menginap malam itu?
“Rumah kita jadi sempit?” jawab Aiko.
Tapi si ibu tidak mengaku
kalah
“Kan kita selalu memberikan
sebagian dari sayuran kita kepada keluarga Watari, bukan?” katanya.
“Ibulah yang memberinya.
Hanya saya seorang yang
miskin.
Saya tidak punya apa-apa
untuk diberikan kepada orang lain.”
Si ibu tersenyum dan memberikan pandangan pada anaknya.
“Oh! engkau pun ada sesuatu.
Setiap orang mempunyai
sesuatu untuk diberikan kepada orang lain.
Fikirkanlah hal itu dan kau
akan menemukan sesuatu.”
Tidak lama kemudian, si anak mendapatkan jawapannya.
“Bu! Saya mempunyai sesuatu
untuk saya berikan.
Saya dapat memberikan
cerita-cerita saya kepada teman saya.
Saya dapat memberikan kepada
mereka cerita-cerita dongeng yang saya dengar dan baca di sekolah.”
“Sudah semestinya!
Karena kau pandai bercerita,
seperti bapakmu juga.
Setiap orang senang mendengar
cerita.”
“Saya akan memberikan cerita kepada mereka, sekarang ini juga!” kata Aiko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar